20 September 2010

Al-Qur'an dan Hadith Sebagai Sumber Catatan Sejarah Awal Islam - Bagian 1

Pengantar:
Para sejarahwan, ulama penafsir Al-Qur’an, Fiqh dan perawi terkenal, lahir, berkarya dan muncul kepermukaan pada masa pemerintahan Dinasti/Rezim Bani Abbasiyah (750-1258 M). Pada masa pemerintahan sebelumnya yaitu Dinasti/Rezim Bani Umayyah (680-750 M), nyaris tidak ada intelektual Islam yang berani muncul kepermukaan, sebagian besar tiarap, memilih diam.
Pemerintahan kedua Dinasti diatas, sangatlah ketat mengontrol sistem pengajaran dan penyebaran Islam, sehingga setiap karya ulama harus disaring agar tidak mengganggu kepentingan politik pemerintah saat itu, semata-mata untuk menguatkan hujjah keabsahan dan hak mereka sebagai khalifah "Islam", dengan bentuk dinasti, yang condong kepada kebanggaan terhadap nama besar nenek moyang mereka mulai (Umayyah bin Abd Shams dan Abbas bin Abd Muttalib, yang tidak lain adalah paman Nabi Muhammad SAW).
Keduanya sadar betul mereka bukanlah manusia yang dapat disejajarkan dengan Khulafaur-Rashidun (632-661M). Para Khalifah dari kedua dinasti menyebut kekuasaan mereka sebagai "Daulah Islam" itulah yang "berjasa menyaring dan menutupi" informasi dari peristiwa penting semasa hidup Nabi Muhammad SAW, sehingga menimbulkan perbedaan pendapat diantara sesama umat Islam, melahirkan kesalahpahaman dan berujung menjadi perselisihan yang berkepanjangan.

Dinasti Bani Umayyah mulai memegang tampuk pemerintahan setelah membunuh cucu Rasulullah SAW yang tercinta, yaitu Husayn bin Ali bin Abu-Thalib ra, di padang Karbala tahun 680 M.
Dinasti Bani Abbasiyah juga mengambil alih kekuasaan setelah membunuh khalifah terakhir Bani Umayyah, yaitu Marwan bin Muhammad, walaupun berhasil meloloskan diri dari Damaskus (ibukota Kekhalifan "Islam" dimasa Bani Umayyah, dipindahkan dari Madinah ke sana), pada akhirnya dibunuh juga di Mesir, tahun 750 M. Kemunculan kedua "Kerajaan Islam" di atas telah merusak dan jauh dari misi dakwah Islam, menebar ketakutan dan pertumpahan darah. Semua itu terjadi semata-mata karena dengan sadar berbalik kebelakang (kembali ke watak jahiliyah) dan meninggalkan Rasulullah SAW.

Sepatutnya setiap informasi sejarah yang kemudian ditulis pada masa-masa pertumpahan darah sesama umat yang mengaku "Islam", diperlukan kearifan untuk mengkaji dan menelitinya terlebih dahulu dengan menghilangkan segala prasangka dan fanatisme golongan, mudah-mudahan atas pertolongan Allah SWT, generasi Islam saat ini dan yang akan datang bisa mengambil hikmahnya disertai niat membela Agama Allah yang telah ternodai sekelompok orang yang haus kekuasaan, menjual dan memperalat semua atribut Islam.
Kedepan, semoga generasi umat Islam dapat saling memahami dan saling mendukung, walaupun berbeda orientasi pemahaman tentang berbagai ajaran yang tertulis dalam bentuk kitab-kitab sejarah maupun hukum, bahkan tafsir dan hadith, hasil karya para Ulama dimasa-masa yang sulit dan memprihatinkan tersebut. Para ulama pada zaman itu begitu berjasa mewariskan khazanah pengetahuan yang kaya dengan hikmah untuk kita semua, semoga Allah SWT meridhai amal ibadah mereka semua.

Catatan sejarah sekitar masa wafatnya Nabi Muhammad SAW, khusunya peristiwa Saqifah Bani Saidah, yang kemudian sampai ke masa kini, juga tidak terlepas dari distorsi akibat tekanan pemerintah saat para sejarahwan Islam mengkaji dan membukukannya pada masa itu. Sebagai catatan para ulama dari zaman dulu hingga sekarang, bukanlah manusia super yang tak terlepas dari kelalaian, dan pendapatnya tidaklah selalu harus benar, apalagi terkait dengan riwayat dan keberadaan para "Khalifah Islam", serta hal-hal yang terkait dengan keutamaan para Sahabat. Hampir selalu terselip semangat untuk membersihkan nama baik nenek moyang mereka dari peristiwa yang menyesatkan pemahaman kita saat ini tentang watak dan perilaku sahabat Nabi, yang kemudian menghasilkan perselisihan umat sampai saat ini.

Buku Sejarah yang cukup terkenal yang dihasilkan cendekiawan Islam abad 20 adalah Buku Karya Abul Ala Al-Maududi (1903-1979M), seorang ulama terkenal dari kalangan Sunni Pakistan yang berjudul Khilafah dan Kerajaan (Al-Khilafah Wa-al Mulk) adalah salah satu buku referensi sejarah yang cukup bagus untuk merenung dan mengambil hikmah pada masa kekinian Islam. Hadits dari Nu’man bin Basyir, dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra., ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Masa kenabian itu (selalu) ada di tengah-tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendakinya untuk mengangkatnya. Kemudian masa (akan datang) Khilafah 'ala minhajin Nubuwwah, adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa (berikutnya) kerajaan yang menggigit (Mulkan Adhon), adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa (berikutnya) kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyyah), adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa Khilafah 'ala Minhajin Nubuwwah, kemudian beliau diam."
(H.R. Ahmad dan Al Baihaqi. Misykatul Mashabih: Bab Al Indzar wa Tahdzir, Al Maktabah Ar Rahimiah, Delhi, India. Halaman 461. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, juz 4, halaman 273).

Pada akhirnya umat Islam mewarisi Tafsir Al-Quran dan Kitab Fiqh yang ditulis diakhir masa kekuasaan dinasti Umayyah dan selama kekuasaan dinasti Abbasiyah, jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Pertanyaannya adalah, "Apakah tafsir Al-Quran dan Fiqh pada zaman Nabi (dimana Rasulullah SAW, adalah satu-satunya yang berhak menjelaskan isi Al-Quran) sama dengan yang sekarang kita amalkan ....? Apakah Mazhab Fiqh yang dipakai umat Islam sampai lebih dari 100 tahun semenjak Nabi Muahammad SAW wafat...? Bukankah kitab-kitab Fiqh dan Tafsir bermunculan setelah lebih seratus tahun wafatnya Rasulullah..? Bukankah pencarian terhadap kemurnian ajaran Rasulullah SAW, baru dimulai para ulama sejak zaman dinasti Abbasiyah...? Tapi mengapa hampir tidak ada hadis yang sanadnya melalui cucu Rasulullah SAW (Hasan ra, Husein ra, Jafar Shadiq ra, dst.)? Bukankah itu pertanda khalifah "Islam" saat itu mengawasi ketat dan memata-matai "Islam", apakah penguasa saat itu bisa dijadikan sumber fatwa dalam melaksanakan ajaran Islam ...? Mengapa dan bagaimana semua itu terlanjur terjadi..? Bukankah itu pertanda bahwa penerus risalah Rasulullah sadar ataupun tidak, telah ditinggalkan oleh sebagian besar umat Islam di zaman itu atas "sponsor penguasa"...?

Catatan sejarah dan semua riwayat yang ada di dalamnya, baik itu kejadian yang benar-benar nyata adanya maupun yang fiktif belaka, dalam konteks sejarah adalah valid secara akademis sebagai "khazanah kesejarahan", tidak harus selalu menjadi bukti kebenaran terjadinya suatu peristiwa sesuai dengan yang tertulis, dengan metode ilmiah bisa jadi justru memberi petunjuk tentang kejadian lain yang berbeda dari apa yang terlanjur ditulis. Oleh karena itu, pengujian kebenarannya dikembalikan kepada setiap pembaca yang seharusnya dengan penuh kearifan dalam kapasitas rasionalnya mencari kebenaran serta tetap bersikap santun jauh dari prasangka, demi menyongsong perubahan zaman menuju kedamaian peradaban seluruh umat manusia.
Semoga kita semua, sebagai umat Islam mampu mengambil hikmah dari apa yang sudah terlanjur terjadi sebelumnya, serta memperoleh hidayah dan pencerahan untuk kembali dapat menelusuri dan mengikuti ajaran Rasulullah SAW yang tetap tersimpan dan terjaga atas Kuasa serta Kehendak Allah SWT, hanya hamba yang dikehendaki mendapatkan Hidayah-Nya yang atas se-Izin-Nya akan dapat menemukan dan menerima Kebenaran Al-Haq-Nya.

Selengkapnya...

TUHAN, MANUSIA dan AGAMA Bagian-3

Sekali lagi, ajaran agama, kehidupan beragama serta aplikasinya dalam manata serta mendidik diri pribadi dan bermasyarakat untuk memakmurkan bumi ini, mestinya seiring dan sejalan dengan Kehendak Tuhan melalui teladan dan ajaran suci yang disampaikan oleh para Utusan-Nya menyatu dengan Nur-Nya (dengan Ilmu Nubuwah), yang membawa Al-kitab dan Al-Hikmah.

Tuhan tidak mengutus Rasul-Nya untuk sekedar membangun tatanan sosial yang lebih baik, manusia sudah dibekali dengan akal-pikiran untuk membedakan perilaku yang baik dan yang buruk. Banyak komunitas manusia di berbagai tempat di bumi ini yang hidup tentram tanpa ada Nabi ataupun Kitab Suci.

Tujuan di"adakannya" Utusan Tuhan di bumi ini, adalah wujud kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya yang namanya manusia ini. Para utusan itu membawa ajaran Agama untuk manusia, agar dapat pulang kembali dengan selamat ke asal muasal kejadiannya, yaitu dari Tuhan itu sendiri. Tuhan tidak membutuhkan sesuatu apapun dari mahluknya, justru sebagai manusia kita membutuhkan Tuhan, sebagai tempat menggantungkan harapan dan pertolongan. Bukan sekedar memuji dan memanggil Nama-Nya untuk memohon kepada-Nya, akan tetapi manusia memang keterlaluan dan lupa diri, mengetahui bahkan memberi nama-nama untuk Tuhan, namun hampir tidak pernah terbersit sedikit saja untuk mencari, mengenali dan menyaksikan keberadaan Diri-Nya Yang punya nama "Tuhan", mengapa ini bisa terjadi seolah tidak ada yang peduli........?
Sejak Nabi Adam As, sampai menjelang hari kiyamat, ajaran suci yang dibawa para Utusan Tuhan tidak seharusnya terpecah-pecah menjadi banyak aliran dan pemahaman serta praktek peng-hambaan diri manusia yang juga menjadi berbeda-beda. Agama yang dikenal sampai dengan saat ini, sumber aslinya sejatinya adalah satu asal muasalnya. Mulai memecah-belah agama (QS 23:52-53),
Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.
Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).
hingga menjadi berbeda-beda karena ulah manusia dan kelompok-kelompok kepentingan manusia itu sendiri. Mereka sudah terlanjur (dengan watak aku-nya) telah merasa menjadi seorang ahli ibadah (ahli kitab), merasa cukup dengan penemuan dan pemahamannya sendiri, sehingga sadar ataupun tidak, meninggalkan utusan Tuhan, merasa cukup dengan mewarisi kitab(catatan-catatan masa lalu) hingga lambat laun, sadar ataupun tidak, telah meninggalkan utusan Tuhan dan makin jauh dari risalah suci yang dibawa para Nabi dan Rasul serta pewaris dan penerus ajaran risalah suci yang akan selalu ada sampai hari kiyamat (Rasulullah Muhammad SAW diutus untuk seluruh umat manusia sampai hari kiyamat tiba). Al Quran menjelaskan keberadan Rasul dan para penerusnya dalam banyak ayat, diantaranya:
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.(QS 2:151)
Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.(QS 3:101)
Sesungguhnya telah datang kepada kamu semua seorang Rasul dari (kalangan) dirimu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kamu semua, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.(QS 9:128)
Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya.(QS 10:47)
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).(QS 16:36)
Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu "cinta" kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.(QS 49:7)
Al Quran juga menjelaskan bahwa Allah tidak akan mengazab manusia yang berdosa sebelum diutus-Nya seorang Rasul, yang akan ada hingga hari kiyamat.
Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.(QS 17:15)
Sedang Hidayah Allah, sebagaimana penjelasan firman-Nya QS 2:1-5 (Akan di Posting kemudian, title :Alif Lam Mim) , bahwa
Al Quran tidak ada keraguan atas kebenaran isinya
Adalah hidayah bagi mereka yang bertaqwa.
Yaitu mereka yang beriman kepada Al-Ghayb (Ada dan Wujud Diri-Nya satu-satuNya Yang Gaib tetapi jelas sekali dapat dan mudah diingat-ingat dan dihayati)
Apabila secara benar ditanyakan kepada ahlinya (Ahl-Dzikr).
Fas’alu ahladhdhikri inkuntum laa ta’lamuun.
Sebab selain Diri-Nya yang sama-sama tidak bisa dijangkau indra mata kepala didunia ini adalah disebut Al Quran al-ghuyub.
Dibangsakan gaib karena sama-sama tidak bisa dilihat oleh mata kepala.
Tetapi sama sekali bukan Al-Ghayb (Isim yang mufrad dan ma’rifat).
Kemudian menegakkan salat. Yaitu ketika shalat
Benar-benar dijadikannya untuk mengingat-ingat dan
Menghayati keberadaan DiriNya yang jelas amat indah diingat-ingat dan dihayati dalam rasa hati.
Sebab bila tidak demikian, maka sahun, yang akibatnya justru malah diancam dengan siksa yang keras sekali(QS 107:4-5).

Risalah yang dibawa oleh Muhammad SAW adalah sama dengan yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul terdahulu, dan juga sama dengan yang dibawa oleh para pewaris dan penerus Beliau saat ini hingga hari kiyamat. Misi utama risalah para Nabi dan Rasul adalah membimbing umat manusia agar dapat lulus melalui cobaan dan ujian Tuhan, yang dengan Kuasa-Nya, menghadirkan kita ke bumi ini, menjalani kehidupan, dengan harapan, dapat pulang kembali dengan selamat dan rasa bahagia sampai kepada-Nya, menyatu lagi dengan asal-muasal awal kejadiannya.
Inti ajaran yang menyatu dalam risalah para Nabi dan Rasul adalah Nur Yang diturunkan Allah SWT bersamaan dengan ditetapkannya seoarang hamba menjadi utusan-Nya.
QS 4:174,
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu.(Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu Nur( Cahaya Diri-Nya Dzat Yang Al-Ghayb, yang Nyata di dalam rasa)
QS 5:15-16,
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan.
Dengan itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita (Ketidaktahuan tentang Al-Haq) kepada cahaya (Mengenali Keberadaan Diri-Nya) dengan seizin-Nya, dan menunjukkan mereka ke jalan yang lurus.
QS 7:157,
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya-Nya yang diturunkan kepadanya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
QS 14:1,
Alif, laam raa. (Ayat yang menyimpan makna rahasia untuk mengenali keberadaan diri-Nya) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita (Ketidaktahuan tentang Al-Haq) kepada cahaya (Mengenali Keberadaan Diri-Nya) dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.
QS 64:8,
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Mengenali Keberadaan Diri-Nya) yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Nur itulah biasa dikenal dalam tasawwuf sebagai "Nur Muhammad", cahaya terpuji-Nya satu-satunya Dzat Yang Wajib Wujud-Nya, "wajh-ullah", dimana Cahaya dengan Dzat-Nya selalu menyatu, laksana samudra dan gelombangnya, laksana kertas dan putihnya, serta laksana bola dan bundarnya. Itulah yang wajib untuk dikenali (dengan metoda tunjuk, hanya melalui utusan-Nya yang akan terus ada sampai kiyamat, sebagaimana Jibril As kepada Muhammad SAW di Gua Hira dengan perantaraan kalam), "Cahaya Yang Terang Benderang" asal usul kejadian segala makhluk, kemudian harus dituju sebagai tempat kembali yang sesungguhnya. 
Nur Ilahi atau "Nur Muhammad" yang tidak lain adalah "wajh-ullah", kemudian selama menjalani kehidupan ini mereka yang beriman berupaya selalu ber-dzikr kepada-Nya, dan Dia memerintahkan shalat sebagai tempat yang wajib ber-dzikr kepada-Nya.
Mereka yang beriman kepada-Nya dengan Dzikr memandang "keberadaan Diri-Nya", dan membuktikan ke-Indahan dan ke-Agungan-Nya (ma'rifatun wa tasdiqun), didalam rasa hati (jalan ma'rifat). Itulah satu-satunya jalan masuk Islam secara "menyeluruh" ( kaffah), QS 2:208).
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Menjadikan amal perbuatan Shariat dan Tariqat bersama Hakikat dan Marifat dapat selalu berjalan bersamaan, tanpa terpisahkan. Itulah satu-satunya jalan untuk mengembalikan unsur kejadian manusia kepada asalnya, yang terdiri dari rasa (sir), ruh, hati, dan jasad.
Jalan Shariat untuk melaksanakan setiap ibadah yang dapat diperbuat olah tiap bagian dari jasad termasuk akal pikiran (untuk mengingat-ingat, dzikr shariat) yang merupakan jendela hati (lapisan yang membatasi jasad dengan hati), Tariqat untuk menetapkan hanya Satu-satu-Nya Dzat Yang Wajib Wujud-Nya Yang Ada dan tersimpan di dalam hati nurani.
Jalan Hakikat untuk membangkitkan kesadaran akan Daya-Kuat (ar-Ruh) Ilahi yang Dipinjamkan kepada setiap hamba-Nya dan seluruh mahluk-Nya, hingga tidak di-aku sebagai milik dan ke-bisaan-nya hamba, terakhir adalah jalan Ma'rifat untuk merasakan (menyaksikan) hanya Keberadaan Diri-Nya Satu-satu-Nya Dzat Yang Wajib Wujud-Nya, membuktikan ke-Indahan dan ke-Agungan-Nya (itulah kesempurnaan nikmat pemberian-Nya), sehingga rasanya itu tidak selalu habis untuk merasakan segala hal tentang diri dan dunianya.
Masuklah Islam secara kaffah juga sebagai satu-satunya jalan untuk membuktikan kalimat Tauhid "Laa ilaha illa-Allah", bahwa segala seuatu, semuanya 'nafi', kecuali Diri-Nya Satu-satu-Nya Dzat Yang Wujud Mutlak, tempat kembali semua mahluk-Nya. Seluruh proses ibadah tersebut, semata-mata untuk melatih me-nafi-kan keberadaan diri manusia, sehingga tidak menjadi hijab  (penutup/penghalang) untuk menyaksikan dan membuktikan bahwa yang sebenarnya ada dan wujud hanyalah Satu-satu-Nya Dzat Yang Menamakan diri-Nya Allah, itulah sebaik-baiknya tujuan dan tempat kembali yang sesungguhnya.
Saripati dari ajaran Rasulullah SAW yang murni semata-mata adalah tentang "Rahasia Keberadaan Diri-Nya", yang hanya diberikan kepada hamba yang telah terpanggil untuk menjadi kekasih-Nya, yaitu mereka yang dengan rela hati bertanya (QS 16:43, 21:7, 25:59, lihat Tulisan ini di Bagian-2) kepada Rasulullah SAW (dan para penerusnya yang ada pada setiap zaman) tentang perihal keberadaan Diri-Nya Satu-satu-Nya Dzat Yang Al-Ghayb Wajib Wujud-Nya.
Oleh sebab itu ada hadith : "Barang siapa yang tidak mengenal Imam di zamannya, matinya mati jahiliyah".

Selengkapnya...

9 September 2010

TUHAN, MANUSIA dan AGAMA Bagian-2

Manusia memang selalu melampaui batas. Ketetapan Tuhan seluruhnya nyaris selalu diingkari. Sejak masa Nabi Adam As, yang namanya manusia, dengan dimotori oleh nafsu dan watak aku-nya, selalu ingin memiliki kelebihan tertentu di atas apa yang telah dicapai orang lain, bahkan kadang ingin seperti "tuhan". Akar dari munculnya sifat yang kemudian menjadi watak, seperti iri dan dengki serta tinggi hati sambil melecehkan orang lain, tertanam dalam hatinya, sadar ataupun tidak, lambat-laun terpupuk dan subur dengan sendirinya.

Bumi yang diciptakan Tuhan tidak sia-sia ini dijadikan ajang untuk memamerkan kesuksesannya mengusasai apa saja yang telah dapat diraihnya di bumi ini walaupun dengan menghalalkan segala cara.

Paling tidak ada tiga tahapan dalam masa kehidupan manusia di dunia ini terkait dengan pemenuhan keinginan nafsu dan watak aku-nya.
Tahap-1 :.memenuhi kebutuhan makan dan syahwat, mulanya sekedar asal bisa "survive", tahap ini dapat dianggap manusia yang didominasi oleh naluri "hewan", jika ini terlampaui, lalu kemudian mulai menumpuk sebanyak mungkin sumber daya untuk memenuhi kebutuhan tersebut diatas, bahkan dengan segala cara, ini namanya awal menuju keserakahan, ujungnya pasti bersaing untuk merebut sumber daya dimaksud, jadilah perang, kemudian membuat kerusakan (fisik maupun moral) dan saling menumpahkan darah.
Tahap-2 memenuhi naluri "ke-manusiaan-nya", pada tahap ini sadar dan berupaya untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain, mulailah mengejar kepandaian dan memupuk kearifan, diikuti dengan tercapainya kehormatan dan kemuliaan (harkat dan martabat). Ujungnya, pasti menikmati dipuji dan disanjung serta dihormati dan dimuliakan banyak orang, karena dibutuhkan, dijadikan idola, serta sangat berpengaruh. Jika semua itu dirasakan sudah "memuaskan", berikutnya dia berada di "persimpangan jalan", dengan pertanyaan "apa yang saya cari dari semua ini......?", jika langkahnya keliru, pasti merasa cukup dengan apa yang diperoleh dan dijalankannya selama di dunia ini (berbuat baik serta mulia berjasa untuk memberdayakan dan membela Agama, Masyarakat dan Bangsa), apalagi kalau dia seorang tokoh Agama..Jika ternyata langkahnya benar pada tahap ini, menuju ke Tahap-3, jika tidak dia akan lupa bahwa Tuhan menghadirkan manusia ke dunia ini adalah untuk diuji. Tuhan berkehendak menguji manusia karena manusia akan dimuliakan di sisi-Nya, jika kemudian ragu, akan tersangkut pada keinginan memperoleh ketentraman dan ketenangan dengan cara yang juga keliru berupa obat penenang, bahkan beberapa tokoh dunia seperti psikolog terkemuka,  Sigmund Freud mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, demikian pula artis atau atlit terkenal lainnya.
Tahap-3 memenuhi naluri "Fitrah dari ke-manusiaan-nya, pada tahap ini sadar serta merindukan fitrah keberadaan dirinya di dunia ini, berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Pada titik ini masih ada persimpangan jalan, yaitu Jalan menuju "tuhan" dan Jalan lurus menuju Tuhan.
Ciri-ciri berada dijalan menuju "tuhan" biasanya jika amal ibadahnya sudah dianggapnya cukup (apalagi sekedar mengharap surga dan takut neraka), padahal dia belum tahu siapa yang disembah dalam shalat-nya, tidak pernah bertanya "apakah Tuhan yang disembah Nabi Muhammad SAW sama dengan yang aku sembah?". Allah adalah nama, yang wajib disembah pasti adalah pemilik nama Allah. Nama tidak bisa berbuat apapun, pemiliknya yang bisa.... Misi Rasulullah SAW bukan untuk mengenalkan kata "Allah", kata yang sudah lama dikenal orang Arab, bahkan nama Bapak Beliau adalah Abdullah.
Sedangkan Jalan lurus menuju Tuhan, dalam QS 1:6 "as-sirata al-mustaqim", as-sirata maknanya adalah satu-satunya jalan, sedang al-mustaqim satu-satunya yang lurus hingga sampai dengan selamat kembali kepada Tuhan... Intinya mencari pemilik nama Allah SWT. Tentu tidak akan mungkin sampai menemukan pemilik nama Allah SWT jika tidak ada yang menunjukkan dan mengantarkannya.

Itulah tugas Malaikat Jibril As, serta tugas para Nabi dan Rasul. Hanya saja, Nabi dan Rasul yang terakhir, adalah Muhammad SAW, dan telah lama wafat, sekitar 1.400 tahun lalu. Apakah kalau Beliau wafat ajarannya juga ikut wafat?  Tentu ada seseorang yang Beliau tunjuk (atas perintah Allah SWT) untuk mewakilinya melanjutkan risalah dari Allah SWT yang menjadi saksi adanya Al-Quran dan satu-satunya yang berhak menjelaskan Al-Quran. Tanpa disadari hampir setiap orang yang mengaku Islam, menganggap cukuplah kita mewarisi Al-Quran dan Sunnah.
Islam kemudian terbagi menjadi bermacam-macam golongan dan aliran sendiri-sendiri, padahal ada ungkapan lama, kalau berbeda pemahaman, kembalilah kepada Al-Quran dan Sunnah. Semua Ulama tahu tentang hal itu, namun kenyataannya perbedaan itu tetap ada sampai saat ini. Masing-masing memaknai Al-Quran dengan pemahamannya sendiri (QS 52:41, QS 53:35 serta QS 23:52-53), demikian pula dengan Sunnah.
QS 52:41
Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang Al-Ghaib lalu mereka menuliskannya?
QS 53:35
Apakah dia mempunyai pengetahuan tentang yang Al-Ghaib, sehingga dia mengetahui (apa yang dikatakan)?
QS 23:52-53
Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.
Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).
Akhirnya kita semua menyaksikan terkotak-kotaknya ajaran suci yang disampaikan Rasulullah SAW. Semua berlomba atas nama Agama untuk berbuat "kebaikan" melakukan  kajian Agama (merasa mampu dan berhak menjelaskan Al-Quran dan Sunnah) yang kemudian menulis kitab dan mengeluarkan fatwa, namun sadar atau tidak, sebenarnya meninggalkan Rasulullah SAW, karena tidak tergerak hatinya untuk mencari Imamim-Mubin(yaitu ahl Adz-Dzikr, QS 16:43, 21:7, 25:59) yang membawa Ilmu Nubuwah, Al-Kitab dan Al-Hikmah.
QS 16:43
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada Ahli Dzikr (yang mempunyai pengetahuan tentang Al-Ghayb) jika kamu tidak mengetahui,
QS 21:7
Kami tiada mengutus rasul rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu Ahli Dzikr (yang mempunyai pengetahuan tentang Al-Ghayb), jika kamu tiada mengetahui.
QS 25:59
Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui tentang Dia (tentang Keberadaan Diri-Nya yang Ghayb itu).
Dia adalah wakil dan penerus tugas Rasullullah SAW, yang selalu ada disetiap zaman hingga hari kiyamat atas kehendak Allah SWT berkewajiban membimbing dan menuntun umat manusia agar dapat selamat pulang kembali dengan rasa bahagia bertemu Tuhan.

Selengkapnya...

3 September 2010

TUHAN, MANUSIA dan AGAMA Bagian-1

Tuhan dalam konteks bahasa, sebuah kata yang bermakna tentang satu-satunya Dzat Al-Ghayb(sekalipun tidak mempercayai keberadaan-Nya) yang menciptakan, memelihara, mengatur dan menguasai segala sesuatu di jagad semesta ini, baik yang kelihatan oleh manusia beserta semua peralatan teknologinya maupun yang tidak tampak (al-Ghuyub), khususnya mereka yang meyakini keberadaan-Nya.
Bagi mereka yang tidak yakin adanya Tuhan, sebenarnya mereka tetaplah bertuhan. Hanya saja tuhannya adalah apapun yang dianggapnya menyebabkan jagad semesta ini ada, kadang disebut sebagai faham materialisme, kadang kebanyakan orang menyebut Atheis. Asal usul keberadaan alam semesta beserta segala isinya pasti ada yang meyebabkannya terwujud. Penyebab dari "segala penyebab dan sebab dari penyebab keberadaan" adalah Tuhan. Hanya saja tentu ada ujungnya, ya Tuhan itu sendiri, yang adalah "wujud awal/mutlak" Yang Maha Kekal, dengan kehendak dan Aturan-Nya sendiri (QS 57:3).

Setiap manusia, hampir pasti, dalam sepanjang hayatnya paling tidak pernah merasakan dan merenungi akan keberadaan jasad atau dirinya sendiri serta alam semesta khususnya bila memandang kelangit di malam hari yang bertabur bintang, di jagad yang demikian luas tak terbayangkan, kemudian berpikir tentang "keberadaannya itu" dan sebab-musababnya, serta-merta menyadari betapa kecilnya manusia ini dibanding luasnya jagad semesta.
Kemudian, akan timbul keyakinan tentang Sang Pencipta, entah apapun yang dianggapnya pencipta baik Nama maupun wujud-Nya. Hakikat keberadaan diri beserta jagad semesta ini sebenarnya semu adanya. Jika kita memandang ke langit pada malam hari, tanpa disadari, ilmu pengetahuan memberikan penjelasan bahwa, sebagian besar bintang yang nampak nun-jauh disana, sebenarnya sudah punah, hanyalah cahaya belaka yang nampak nyata, namun tidak ada wujud materialnya (siklusnya dicipta dan diwujudkan, kemudian musnah), ini bisa terjadi karena jaraknya sangat jauh hingga cahayanya baru sampai ke bumi jutaan atapun bahkan milyaran tahun cahaya. (tahun cahaya adalah satuan jarak dalam ilmu Astronomi, adalah lamanya cahaya melakukan perjalanan kesuatu tempat dijagad, c = 300.000.000 m/det). Manusia setelah beranjak dewasa, mulai memasuki sebuah wadah yang namanya Agama ataupun bahkan mengaku dirinya sebagai Atheis....

Hanya saja kebanyakan manusia yang mengaku memiliki Agama, akhirnya menjadikan Agama sebagai perwujudan Tuhan itu sendiri, sehingga dibela dan diperjuangkannya, bahkan rela mati, sayangnya ditumpangi niat agar banyak teman atau pengikutnya, bahkan kadang dengan menggunakan segala macam cara.
Bahkan dalam pencarian ketentraman jiwa sekalipun, dengan berbagai ritual dan bekal niat, tekad dan kesungguhan, jika tidak waspada (merasa dirinya serba cukup dan cakap), ketentraman jiwa dan ritual itulah serta niat, tekad dan kesungguhannya itu sendiri yang kemudian akan menjadi "Tuhan" baginya.
Agama, mungkin memerlukan definisi yang lain dari apa yang sudah dikenal selama ini, agar kita lebih mengerti makna keberagamaan.
Agama bisa saja disebut sebagai alat/petunjuk atau wadah yang digunakan untuk menjalankan berbagai cara atau metoda agar manusia, yang dicipta Tuhan dan dihadirkan ke-bumi ini sebagai ujian, mencari Jalan Yang Lurus Menuju Tuhan (mengikuti pembimbing yang benar, yang menuntun dan mengantarkan) agar seorang hamba dapat lulus, pulang kembali dengan selamat kepada asal-usul kejadiannya, yakni Tuhan itu sendiri.
Jalan yang dimaksud sangatlah banyak, seperti pepatah "banyak jalan menuju Roma". Hanya saja bisanya sampai ke Roma jika ada peta yang jelas atau bahkan lebih sempurna jika ada yang mengantarkan ke Roma, yaitu seseorang yang pernah ke Roma.
Celakanya, kebanyakan orang menganggap Roma itu sendiri sudah jelas dimana adanya, padahal itu sebuah nama, yang bisa jadi banyak nama-nama lain seperti itu tapi bukan Roma yang dimaksud.
Gampangnya, Agama adalah alat untuk mencari jalan yang benar menuju Tuhan.
Muslim meyakini Agama Islam adalah "alat/petunjuk yang benar" untuk mencari (karena dalam masa ujian didunia) jalan yang lurus menuju Tuhan.
Demikian pula ummat Agama lainnya, meyakini Agama mereka adalah "cara yang benar" untuk mencari jalan yang lurus menuju Tuhan.

Mencari artinya bertindak aktif (bergerak), sehingga bukan hanya terampil menggunakan "alat/petunjuk" (kitab dan hikmah), harus disertai dengan kerinduannya untuk menemui dan mengenali "Wujud" Sang Maha Pencipta, hingga berupaya keras mencari pembimbing yang benar, yang menuntun dan mengantarkan agar seorang hamba dapat lulus, pulang kembali dengan selamat kepada asal-usul kejadiannya, yakni Tuhan itu sendiri.
Permasalahan sesungguhnya adalah, Agama itu pasti ada orang yang membawanya untuk diperkenalkan kepada ummat manusia. Dalam ajaran Islam, Azas Pemahaman Pokoknya adalah Makna yang terkandung dalam Kalimat Tauhid :Laa ilaaha illa Allah, kalimat tersebut harus ada yang menjelaskannya, hingga dapat dihayati dengan seyakin-yakinnya tentang pembuktian keberadaan satu-satunya Dzat Yang Mutlak Wujudnya Allah nama-Nya.

Dalam agama monotheis, yaitu Yahudi, Nasrani dan Islam, bahkan penulis meyakini adanya kemungkinan besar bahwa Agama Hindu (Brahmani) dan Budha juga monotheis, semuanya dibawa oleh Utusan dari Tuhan. Agama yang benar sama dengan alat atau petunjuk yang benar untuk pulang kembali ke asal-usul kejadian. Maknanya marilah kita semua beragama dengan benar, karena suatu saat kita semua pasti mati. Dan mati yang benar adalah berpulang kembali kepada-Nya. Bukan pindah ke alam lain, ke alamnya bangsa demit atau alam Jin.

Kenapa mesti menggunakan utusan yang berwujud manusia? Karena Tuhan tidak akan pernah dan tak mungkin menampakkan diri-Nya dimuka bumi ini, karena tidak menyerupai segala sesuatu, Maha Lembut, Maha Kuasa serta selalu Meliputi, Menyertai dan Menguasai seluruh mahluk-Nya.
Orang Islam meyakini bahwa Islam ada sejak Nabi Adam As, dan seluruh Nabi adalah membawa Agama Islam. Menurut penulis, sejatinya itu memang benar. Makna kata Islam adalah selamat (pulang kembali dengan selamat kepada asal-usul kejadiannya, Tuhan).
Bukan berarti seluruh nabi menggunakan kata "Islam", sebab bahasa Arab belum digunakan pada era Nabi Adam As, Idris As, dan Nuh As, ribuan tahun sebelum Nabi Muhammad SAW.
Bahasa punya model evolusinya sendiri-sendiri. Bahkan bahasa Jawa sendiri mengalami evolusi dengan menyerap berbagai bahasa lain, baik Sanskrit, Melayu ataupun Arab dan lain-lain.

Keselamatan seorang hamba untuk dapat pulang kembali ke Tuhan, sangat bergantung pada sejauh mana seorang hamba peduli keberadaan-Nya, rindu untuk mengenal-Nya, hingga dapat menyaksikan Keagungan dan Kemuliaan-Nya, dengan seyakin-yakinnya.
Keselamatan manusia pulang kembali ke "Tuhan" (kadang ada yang menyebut-masuk surga), tidak mungkin dapat diwariskan kepada anak keturunanya, bapaknya Islam, maka jadilah anaknya Islam (otomatis selamat keduanya-dan masuk surga, demikian pula yang terjadi pada keluarga dari agama lainnya diseluruh penjuru dunia.

Dalam ajaran Islam setiap kaum pada setiap zaman sejak Nabi Adam As, sampai Nabi Muhammad SAW, selalu ada Utusan Tuhan untuk membimbing umat manusia pada Jalan Lurus menuju Tuhan, agar pulang kembali dengan selamat kepada asal-usul kejadiannya, Tuhan. Utusan Tuhan dari masa Nabi Adam As sampai dengan masa Nabi Muhammad SAW, diwakili oleh manusia ataupun kadang Malaikat, sehingga dalam masa ribuan tahun lamanya sudah pasti jumlah Nabi dan Rasul ada ratusan atau bahkan ribuan yang pernah ada, wallahualam. Hanya saja setelah Nabi Muhammad SAWW wafat, penerus risalah Beliau hanya dari manusia, yang dikehendaki Allah SWT mewakili tugas mulia Rasulullah SAW sampai hari kiyamat.

Penulis meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW, menunjuk wakil-wakilnya berdasarkan perintah dari Tuhan, karena diutus Tuhan untuk seluruh umat manusia hingga hari kiyamat tiba. Maknanya adalah saat sekarang-pun, yang mewarisi tugas Rasulullah SAW masih ada (fungsi rasul tidak akan pernah wafat sampai kiyamat menjelang, yang wafat adalah pemangku amanahnya), demikian pula Presiden Indonesia, tidak wafat, yang wafat, Sukarno, Suharto dst..., namun presiden sebagai fungsi kepala negara dan kepala pemerintahan tidak akan wafat atau punah, kecuali NKRI sudah tidak ada lagi.
Tugas Rasul pada pokoknya semata-mata untuk menyebarluaskan Ilmu Nubuwah (Ilmu yang menunjukkan keberadaan diri-Nya Dzat Yang Wajib Wujud-Nya, Allah Nama-Nya, sangat indah untuk diingat-ingat di dalam rasa hati nurani,(QS 20:14) Innanii Ana Allah, laa ilaaha illa Ana, fa’budnii wa-'aqimis-salata li Dzikri).
Sedemikian pentingnya masalah penerusan risalah tersebut sehingga turunlah QS 5:67, yang intinya adalah :
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu (tentang seseoarng yang ditetapkan-Nya sebagai penerus risalah Nubuwwah sesudahmu). Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan-Nya itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia yang mengingkarinya (tentang perintah itu). Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang mengingkarinya (tidak setuju terhadap apa yang kamu sampaikan dari-KU).
***(Ayat ini turun pada saat Rasulullah menjalankan Haji Wada, saat pulang kembali menuju Madinah sengaja berhenti untuk menunggu kafilah haji berkumpul disautu tempat yang namanya Ghadir Khum, disaksikan ribuan sahabat, kemudian beliau berkhutbah tentang penerus risalah beliau, dan beberapa pekan kemudian Rasulullah SAW wafat.

Setelah ayat di atas, turunlah ayat terakhir dari Al-Quran (QS 5:3)
Pada hari ini orang-orang yang ingkar (karena ke-aku-annya, menganggap dirinya atau golongannya lebih baik, tidak rela orang selain kelompoknya atau selain dirinya yang ditunjuk) telah putus asa untuk (membelokkan) agamamu (ketetapan Tuhanmu tentang mengajarkan ilmu Nubuwah/Tauhid), sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.

Ilmu Nubuwah disebut juga Ilmu Tauhid dibawa pertama kali oleh Nabi Adam As, dan tetap akan ada hingga kiyamat tiba. Seluruh misi para Rasul Allah, intinya adalah Ilmu Nubuwah (Ilmu yang menunjukkan keberadaan diri-Nya Dzat Yang Wajib Wujud-Nya, Allah Nama-Nya, sangat indah untuk diingat-ingat di dalam rasa hati nurani), yang diterima oleh Rasulullah SAW di Gua Hira dari Jibril As (dengan metoda tunjuk, yaitu dibisikkan Jibril As kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan kalam, bersamaan dengan turunnya wahyu pertama di dalam Al-Quran). Hal ini terjadi setelah sekian lama Beliau merindukan "sosok", wujud keberadaan Tuhan, ingin mengenali dan menemui-Nya, hingga sering menyendiri ditempat yang dianggap sunyi. Perlu diketahui, bahwa wahyu pertama bukan untuk memperkenalkan nama Tuhan "Allah", wahyu pertama bukan pula kalimat "Laa ilaha illa Allah", sebab kata "Allah" sudah sangat lama akrab ditelinga orang Arab pada zaman itu, bahkan Bapak Nabi Muhammad SAW bernama Abdullah. Wahyu pertama yang turun, intinya adalah Jibril As memperkenalkan (melalui bisikan, dengan perantaraan "kalam", mengajarkan sesuatu yang tidak diketahui tentang mengenali Wujud Dzat diri-Nya) kepada Muhammad SAW, yaitu keberadaan satu-satunya Dzat Yang Wajib Wujud-Nya, yang sangat dekat (bahkan lebih dekat dari urat leher), selalu meliputi dan menyertai setiap mahluk-Nya, Maha Lembut lagi Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Turunnya wahyu pertama itu (QS 96:1-5 penguatnya QS 2:197, QS 2:185) jauh sebelum turunnya perintah Shalat 5 waktu, sehingga Rasulullah SAW dalam waktu yang cukup lama, hanyalah ber-Dzikr kepada Allah dengan Ilmu yang diterimanya dari Jibril As. Beberapa tahun kemudian turunlah perintah Shalat yang menjadi wadah dimana wajib hukumnya untuk ber-Dzikr di dalam setiap shalat (hingga dapat khusyuk). Ilmu Nubuwah ini kemudian yang disampaikan Nabi kepada para sahabatnya, yang memang butuh mengenali Tuhannya. Intinya tidak semua orang yang bertemu bahkan berteman dengan Nabi diberi Ilmu Nubuwah. Ilmu tersebut hanya diberikan kepada mereka yang dikehendaki Allah SWT mendapatkannya (Hidayah), didahului dengan kerinduannya untuk mengenali diri-Nya Dzat Yang Maha Pencipta, Maha Lembut, Meliputi segala sesuatu lagi Maha Kuasa, menyebut diri-Nya dengan nama Allah, sehingga mau memintanya kepada Rasulullah SAW. Orang yang masuk Islam di zaman Nabi Muhammad SAW, tidak semuanya, bahkan bisa dibilang sedikit yang masuk Islamnya karena berkehendak mengenali diri-Nya Tuhan (Allah SWT), yang sebelumnya mereka adalah penyembah berhala.
Bahkan tidak tertutup kemungkinan, mereka (di antara para sahabat) yang sudah menerima Ilmu Nubuwah dari Rasulullah SAW, kemudian "murtad" ( penyebabnya bisa macam-macam ). Sebagai catatan, menjelang Rasulullah SAW wafat, penduduk Madinah sudah ribuan jumlahnya. Namun perlu diketahui bahwa hanya sekitar separuh diantaranya memeluk Islam, mereka semua atas bimbingan Beliau, bisa hidup berdampingan dengan damai bersama masyarakat Nasrani, Yahudi dan kepercayaan lainnya..
Kemudian, bagaimana bisa Ilmu Tauhid yang merupakan intinya Agama, hilang begitu saja seperti ditelan bumi...? Hal ini akan dikaji lebih jauh pada tulisan bagian berikutnya.

Selengkapnya...