Para sejarahwan, ulama penafsir Al-Qur’an, Fiqh dan perawi terkenal, lahir, berkarya dan muncul kepermukaan pada masa pemerintahan Dinasti/Rezim Bani Abbasiyah (750-1258 M). Pada masa pemerintahan sebelumnya yaitu Dinasti/Rezim Bani Umayyah (680-750 M), nyaris tidak ada intelektual Islam yang berani muncul kepermukaan, sebagian besar tiarap, memilih diam.
Keduanya sadar betul mereka bukanlah manusia yang dapat disejajarkan dengan Khulafaur-Rashidun (632-661M). Para Khalifah dari kedua dinasti menyebut kekuasaan mereka sebagai "Daulah Islam" itulah yang "berjasa menyaring dan menutupi" informasi dari peristiwa penting semasa hidup Nabi Muhammad SAW, sehingga menimbulkan perbedaan pendapat diantara sesama umat Islam, melahirkan kesalahpahaman dan berujung menjadi perselisihan yang berkepanjangan.
Dinasti Bani Umayyah mulai memegang tampuk pemerintahan setelah membunuh cucu Rasulullah SAW yang tercinta, yaitu Husayn bin Ali bin Abu-Thalib ra, di padang Karbala tahun 680 M.
Dinasti Bani Abbasiyah juga mengambil alih kekuasaan setelah membunuh khalifah terakhir Bani Umayyah, yaitu Marwan bin Muhammad, walaupun berhasil meloloskan diri dari Damaskus (ibukota Kekhalifan "Islam" dimasa Bani Umayyah, dipindahkan dari Madinah ke sana), pada akhirnya dibunuh juga di Mesir, tahun 750 M. Kemunculan kedua "Kerajaan Islam" di atas telah merusak dan jauh dari misi dakwah Islam, menebar ketakutan dan pertumpahan darah. Semua itu terjadi semata-mata karena dengan sadar berbalik kebelakang (kembali ke watak jahiliyah) dan meninggalkan Rasulullah SAW.
Sepatutnya setiap informasi sejarah yang kemudian ditulis pada masa-masa pertumpahan darah sesama umat yang mengaku "Islam", diperlukan kearifan untuk mengkaji dan menelitinya terlebih dahulu dengan menghilangkan segala prasangka dan fanatisme golongan, mudah-mudahan atas pertolongan Allah SWT, generasi Islam saat ini dan yang akan datang bisa mengambil hikmahnya disertai niat membela Agama Allah yang telah ternodai sekelompok orang yang haus kekuasaan, menjual dan memperalat semua atribut Islam.
Kedepan, semoga generasi umat Islam dapat saling memahami dan saling mendukung, walaupun berbeda orientasi pemahaman tentang berbagai ajaran yang tertulis dalam bentuk kitab-kitab sejarah maupun hukum, bahkan tafsir dan hadith, hasil karya para Ulama dimasa-masa yang sulit dan memprihatinkan tersebut. Para ulama pada zaman itu begitu berjasa mewariskan khazanah pengetahuan yang kaya dengan hikmah untuk kita semua, semoga Allah SWT meridhai amal ibadah mereka semua.
Catatan sejarah sekitar masa wafatnya Nabi Muhammad SAW, khusunya peristiwa Saqifah Bani Saidah, yang kemudian sampai ke masa kini, juga tidak terlepas dari distorsi akibat tekanan pemerintah saat para sejarahwan Islam mengkaji dan membukukannya pada masa itu. Sebagai catatan para ulama dari zaman dulu hingga sekarang, bukanlah manusia super yang tak terlepas dari kelalaian, dan pendapatnya tidaklah selalu harus benar, apalagi terkait dengan riwayat dan keberadaan para "Khalifah Islam", serta hal-hal yang terkait dengan keutamaan para Sahabat. Hampir selalu terselip semangat untuk membersihkan nama baik nenek moyang mereka dari peristiwa yang menyesatkan pemahaman kita saat ini tentang watak dan perilaku sahabat Nabi, yang kemudian menghasilkan perselisihan umat sampai saat ini.
Buku Sejarah yang cukup terkenal yang dihasilkan cendekiawan Islam abad 20 adalah Buku Karya Abul Ala Al-Maududi (1903-1979M), seorang ulama terkenal dari kalangan Sunni Pakistan yang berjudul Khilafah dan Kerajaan (Al-Khilafah Wa-al Mulk) adalah salah satu buku referensi sejarah yang cukup bagus untuk merenung dan mengambil hikmah pada masa kekinian Islam. Hadits dari Nu’man bin Basyir, dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra., ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Masa kenabian itu (selalu) ada di tengah-tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendakinya untuk mengangkatnya. Kemudian masa (akan datang) Khilafah 'ala minhajin Nubuwwah, adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa (berikutnya) kerajaan yang menggigit (Mulkan Adhon), adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa (berikutnya) kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyyah), adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa Khilafah 'ala Minhajin Nubuwwah, kemudian beliau diam."
(H.R. Ahmad dan Al Baihaqi. Misykatul Mashabih: Bab Al Indzar wa Tahdzir, Al Maktabah Ar Rahimiah, Delhi, India. Halaman 461. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, juz 4, halaman 273).
Pada akhirnya umat Islam mewarisi Tafsir Al-Quran dan Kitab Fiqh yang ditulis diakhir masa kekuasaan dinasti Umayyah dan selama kekuasaan dinasti Abbasiyah, jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Pertanyaannya adalah, "Apakah tafsir Al-Quran dan Fiqh pada zaman Nabi (dimana Rasulullah SAW, adalah satu-satunya yang berhak menjelaskan isi Al-Quran) sama dengan yang sekarang kita amalkan ....? Apakah Mazhab Fiqh yang dipakai umat Islam sampai lebih dari 100 tahun semenjak Nabi Muahammad SAW wafat...? Bukankah kitab-kitab Fiqh dan Tafsir bermunculan setelah lebih seratus tahun wafatnya Rasulullah..? Bukankah pencarian terhadap kemurnian ajaran Rasulullah SAW, baru dimulai para ulama sejak zaman dinasti Abbasiyah...? Tapi mengapa hampir tidak ada hadis yang sanadnya melalui cucu Rasulullah SAW (Hasan ra, Husein ra, Jafar Shadiq ra, dst.)? Bukankah itu pertanda khalifah "Islam" saat itu mengawasi ketat dan memata-matai "Islam", apakah penguasa saat itu bisa dijadikan sumber fatwa dalam melaksanakan ajaran Islam ...? Mengapa dan bagaimana semua itu terlanjur terjadi..? Bukankah itu pertanda bahwa penerus risalah Rasulullah sadar ataupun tidak, telah ditinggalkan oleh sebagian besar umat Islam di zaman itu atas "sponsor penguasa"...?
Catatan sejarah dan semua riwayat yang ada di dalamnya, baik itu kejadian yang benar-benar nyata adanya maupun yang fiktif belaka, dalam konteks sejarah adalah valid secara akademis sebagai "khazanah kesejarahan", tidak harus selalu menjadi bukti kebenaran terjadinya suatu peristiwa sesuai dengan yang tertulis, dengan metode ilmiah bisa jadi justru memberi petunjuk tentang kejadian lain yang berbeda dari apa yang terlanjur ditulis. Oleh karena itu, pengujian kebenarannya dikembalikan kepada setiap pembaca yang seharusnya dengan penuh kearifan dalam kapasitas rasionalnya mencari kebenaran serta tetap bersikap santun jauh dari prasangka, demi menyongsong perubahan zaman menuju kedamaian peradaban seluruh umat manusia.
Semoga kita semua, sebagai umat Islam mampu mengambil hikmah dari apa yang sudah terlanjur terjadi sebelumnya, serta memperoleh hidayah dan pencerahan untuk kembali dapat menelusuri dan mengikuti ajaran Rasulullah SAW yang tetap tersimpan dan terjaga atas Kuasa serta Kehendak Allah SWT, hanya hamba yang dikehendaki mendapatkan Hidayah-Nya yang atas se-Izin-Nya akan dapat menemukan dan menerima Kebenaran Al-Haq-Nya.