3 September 2010

TUHAN, MANUSIA dan AGAMA Bagian-1

print this page Cetak

Tuhan dalam konteks bahasa, sebuah kata yang bermakna tentang satu-satunya Dzat Al-Ghayb(sekalipun tidak mempercayai keberadaan-Nya) yang menciptakan, memelihara, mengatur dan menguasai segala sesuatu di jagad semesta ini, baik yang kelihatan oleh manusia beserta semua peralatan teknologinya maupun yang tidak tampak (al-Ghuyub), khususnya mereka yang meyakini keberadaan-Nya.
Bagi mereka yang tidak yakin adanya Tuhan, sebenarnya mereka tetaplah bertuhan. Hanya saja tuhannya adalah apapun yang dianggapnya menyebabkan jagad semesta ini ada, kadang disebut sebagai faham materialisme, kadang kebanyakan orang menyebut Atheis. Asal usul keberadaan alam semesta beserta segala isinya pasti ada yang meyebabkannya terwujud. Penyebab dari "segala penyebab dan sebab dari penyebab keberadaan" adalah Tuhan. Hanya saja tentu ada ujungnya, ya Tuhan itu sendiri, yang adalah "wujud awal/mutlak" Yang Maha Kekal, dengan kehendak dan Aturan-Nya sendiri (QS 57:3).

Setiap manusia, hampir pasti, dalam sepanjang hayatnya paling tidak pernah merasakan dan merenungi akan keberadaan jasad atau dirinya sendiri serta alam semesta khususnya bila memandang kelangit di malam hari yang bertabur bintang, di jagad yang demikian luas tak terbayangkan, kemudian berpikir tentang "keberadaannya itu" dan sebab-musababnya, serta-merta menyadari betapa kecilnya manusia ini dibanding luasnya jagad semesta.
Kemudian, akan timbul keyakinan tentang Sang Pencipta, entah apapun yang dianggapnya pencipta baik Nama maupun wujud-Nya. Hakikat keberadaan diri beserta jagad semesta ini sebenarnya semu adanya. Jika kita memandang ke langit pada malam hari, tanpa disadari, ilmu pengetahuan memberikan penjelasan bahwa, sebagian besar bintang yang nampak nun-jauh disana, sebenarnya sudah punah, hanyalah cahaya belaka yang nampak nyata, namun tidak ada wujud materialnya (siklusnya dicipta dan diwujudkan, kemudian musnah), ini bisa terjadi karena jaraknya sangat jauh hingga cahayanya baru sampai ke bumi jutaan atapun bahkan milyaran tahun cahaya. (tahun cahaya adalah satuan jarak dalam ilmu Astronomi, adalah lamanya cahaya melakukan perjalanan kesuatu tempat dijagad, c = 300.000.000 m/det). Manusia setelah beranjak dewasa, mulai memasuki sebuah wadah yang namanya Agama ataupun bahkan mengaku dirinya sebagai Atheis....

Hanya saja kebanyakan manusia yang mengaku memiliki Agama, akhirnya menjadikan Agama sebagai perwujudan Tuhan itu sendiri, sehingga dibela dan diperjuangkannya, bahkan rela mati, sayangnya ditumpangi niat agar banyak teman atau pengikutnya, bahkan kadang dengan menggunakan segala macam cara.
Bahkan dalam pencarian ketentraman jiwa sekalipun, dengan berbagai ritual dan bekal niat, tekad dan kesungguhan, jika tidak waspada (merasa dirinya serba cukup dan cakap), ketentraman jiwa dan ritual itulah serta niat, tekad dan kesungguhannya itu sendiri yang kemudian akan menjadi "Tuhan" baginya.
Agama, mungkin memerlukan definisi yang lain dari apa yang sudah dikenal selama ini, agar kita lebih mengerti makna keberagamaan.
Agama bisa saja disebut sebagai alat/petunjuk atau wadah yang digunakan untuk menjalankan berbagai cara atau metoda agar manusia, yang dicipta Tuhan dan dihadirkan ke-bumi ini sebagai ujian, mencari Jalan Yang Lurus Menuju Tuhan (mengikuti pembimbing yang benar, yang menuntun dan mengantarkan) agar seorang hamba dapat lulus, pulang kembali dengan selamat kepada asal-usul kejadiannya, yakni Tuhan itu sendiri.
Jalan yang dimaksud sangatlah banyak, seperti pepatah "banyak jalan menuju Roma". Hanya saja bisanya sampai ke Roma jika ada peta yang jelas atau bahkan lebih sempurna jika ada yang mengantarkan ke Roma, yaitu seseorang yang pernah ke Roma.
Celakanya, kebanyakan orang menganggap Roma itu sendiri sudah jelas dimana adanya, padahal itu sebuah nama, yang bisa jadi banyak nama-nama lain seperti itu tapi bukan Roma yang dimaksud.
Gampangnya, Agama adalah alat untuk mencari jalan yang benar menuju Tuhan.
Muslim meyakini Agama Islam adalah "alat/petunjuk yang benar" untuk mencari (karena dalam masa ujian didunia) jalan yang lurus menuju Tuhan.
Demikian pula ummat Agama lainnya, meyakini Agama mereka adalah "cara yang benar" untuk mencari jalan yang lurus menuju Tuhan.

Mencari artinya bertindak aktif (bergerak), sehingga bukan hanya terampil menggunakan "alat/petunjuk" (kitab dan hikmah), harus disertai dengan kerinduannya untuk menemui dan mengenali "Wujud" Sang Maha Pencipta, hingga berupaya keras mencari pembimbing yang benar, yang menuntun dan mengantarkan agar seorang hamba dapat lulus, pulang kembali dengan selamat kepada asal-usul kejadiannya, yakni Tuhan itu sendiri.
Permasalahan sesungguhnya adalah, Agama itu pasti ada orang yang membawanya untuk diperkenalkan kepada ummat manusia. Dalam ajaran Islam, Azas Pemahaman Pokoknya adalah Makna yang terkandung dalam Kalimat Tauhid :Laa ilaaha illa Allah, kalimat tersebut harus ada yang menjelaskannya, hingga dapat dihayati dengan seyakin-yakinnya tentang pembuktian keberadaan satu-satunya Dzat Yang Mutlak Wujudnya Allah nama-Nya.

Dalam agama monotheis, yaitu Yahudi, Nasrani dan Islam, bahkan penulis meyakini adanya kemungkinan besar bahwa Agama Hindu (Brahmani) dan Budha juga monotheis, semuanya dibawa oleh Utusan dari Tuhan. Agama yang benar sama dengan alat atau petunjuk yang benar untuk pulang kembali ke asal-usul kejadian. Maknanya marilah kita semua beragama dengan benar, karena suatu saat kita semua pasti mati. Dan mati yang benar adalah berpulang kembali kepada-Nya. Bukan pindah ke alam lain, ke alamnya bangsa demit atau alam Jin.

Kenapa mesti menggunakan utusan yang berwujud manusia? Karena Tuhan tidak akan pernah dan tak mungkin menampakkan diri-Nya dimuka bumi ini, karena tidak menyerupai segala sesuatu, Maha Lembut, Maha Kuasa serta selalu Meliputi, Menyertai dan Menguasai seluruh mahluk-Nya.
Orang Islam meyakini bahwa Islam ada sejak Nabi Adam As, dan seluruh Nabi adalah membawa Agama Islam. Menurut penulis, sejatinya itu memang benar. Makna kata Islam adalah selamat (pulang kembali dengan selamat kepada asal-usul kejadiannya, Tuhan).
Bukan berarti seluruh nabi menggunakan kata "Islam", sebab bahasa Arab belum digunakan pada era Nabi Adam As, Idris As, dan Nuh As, ribuan tahun sebelum Nabi Muhammad SAW.
Bahasa punya model evolusinya sendiri-sendiri. Bahkan bahasa Jawa sendiri mengalami evolusi dengan menyerap berbagai bahasa lain, baik Sanskrit, Melayu ataupun Arab dan lain-lain.

Keselamatan seorang hamba untuk dapat pulang kembali ke Tuhan, sangat bergantung pada sejauh mana seorang hamba peduli keberadaan-Nya, rindu untuk mengenal-Nya, hingga dapat menyaksikan Keagungan dan Kemuliaan-Nya, dengan seyakin-yakinnya.
Keselamatan manusia pulang kembali ke "Tuhan" (kadang ada yang menyebut-masuk surga), tidak mungkin dapat diwariskan kepada anak keturunanya, bapaknya Islam, maka jadilah anaknya Islam (otomatis selamat keduanya-dan masuk surga, demikian pula yang terjadi pada keluarga dari agama lainnya diseluruh penjuru dunia.

Dalam ajaran Islam setiap kaum pada setiap zaman sejak Nabi Adam As, sampai Nabi Muhammad SAW, selalu ada Utusan Tuhan untuk membimbing umat manusia pada Jalan Lurus menuju Tuhan, agar pulang kembali dengan selamat kepada asal-usul kejadiannya, Tuhan. Utusan Tuhan dari masa Nabi Adam As sampai dengan masa Nabi Muhammad SAW, diwakili oleh manusia ataupun kadang Malaikat, sehingga dalam masa ribuan tahun lamanya sudah pasti jumlah Nabi dan Rasul ada ratusan atau bahkan ribuan yang pernah ada, wallahualam. Hanya saja setelah Nabi Muhammad SAWW wafat, penerus risalah Beliau hanya dari manusia, yang dikehendaki Allah SWT mewakili tugas mulia Rasulullah SAW sampai hari kiyamat.

Penulis meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW, menunjuk wakil-wakilnya berdasarkan perintah dari Tuhan, karena diutus Tuhan untuk seluruh umat manusia hingga hari kiyamat tiba. Maknanya adalah saat sekarang-pun, yang mewarisi tugas Rasulullah SAW masih ada (fungsi rasul tidak akan pernah wafat sampai kiyamat menjelang, yang wafat adalah pemangku amanahnya), demikian pula Presiden Indonesia, tidak wafat, yang wafat, Sukarno, Suharto dst..., namun presiden sebagai fungsi kepala negara dan kepala pemerintahan tidak akan wafat atau punah, kecuali NKRI sudah tidak ada lagi.
Tugas Rasul pada pokoknya semata-mata untuk menyebarluaskan Ilmu Nubuwah (Ilmu yang menunjukkan keberadaan diri-Nya Dzat Yang Wajib Wujud-Nya, Allah Nama-Nya, sangat indah untuk diingat-ingat di dalam rasa hati nurani,(QS 20:14) Innanii Ana Allah, laa ilaaha illa Ana, fa’budnii wa-'aqimis-salata li Dzikri).
Sedemikian pentingnya masalah penerusan risalah tersebut sehingga turunlah QS 5:67, yang intinya adalah :
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu (tentang seseoarng yang ditetapkan-Nya sebagai penerus risalah Nubuwwah sesudahmu). Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan-Nya itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia yang mengingkarinya (tentang perintah itu). Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang mengingkarinya (tidak setuju terhadap apa yang kamu sampaikan dari-KU).
***(Ayat ini turun pada saat Rasulullah menjalankan Haji Wada, saat pulang kembali menuju Madinah sengaja berhenti untuk menunggu kafilah haji berkumpul disautu tempat yang namanya Ghadir Khum, disaksikan ribuan sahabat, kemudian beliau berkhutbah tentang penerus risalah beliau, dan beberapa pekan kemudian Rasulullah SAW wafat.

Setelah ayat di atas, turunlah ayat terakhir dari Al-Quran (QS 5:3)
Pada hari ini orang-orang yang ingkar (karena ke-aku-annya, menganggap dirinya atau golongannya lebih baik, tidak rela orang selain kelompoknya atau selain dirinya yang ditunjuk) telah putus asa untuk (membelokkan) agamamu (ketetapan Tuhanmu tentang mengajarkan ilmu Nubuwah/Tauhid), sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.

Ilmu Nubuwah disebut juga Ilmu Tauhid dibawa pertama kali oleh Nabi Adam As, dan tetap akan ada hingga kiyamat tiba. Seluruh misi para Rasul Allah, intinya adalah Ilmu Nubuwah (Ilmu yang menunjukkan keberadaan diri-Nya Dzat Yang Wajib Wujud-Nya, Allah Nama-Nya, sangat indah untuk diingat-ingat di dalam rasa hati nurani), yang diterima oleh Rasulullah SAW di Gua Hira dari Jibril As (dengan metoda tunjuk, yaitu dibisikkan Jibril As kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan kalam, bersamaan dengan turunnya wahyu pertama di dalam Al-Quran). Hal ini terjadi setelah sekian lama Beliau merindukan "sosok", wujud keberadaan Tuhan, ingin mengenali dan menemui-Nya, hingga sering menyendiri ditempat yang dianggap sunyi. Perlu diketahui, bahwa wahyu pertama bukan untuk memperkenalkan nama Tuhan "Allah", wahyu pertama bukan pula kalimat "Laa ilaha illa Allah", sebab kata "Allah" sudah sangat lama akrab ditelinga orang Arab pada zaman itu, bahkan Bapak Nabi Muhammad SAW bernama Abdullah. Wahyu pertama yang turun, intinya adalah Jibril As memperkenalkan (melalui bisikan, dengan perantaraan "kalam", mengajarkan sesuatu yang tidak diketahui tentang mengenali Wujud Dzat diri-Nya) kepada Muhammad SAW, yaitu keberadaan satu-satunya Dzat Yang Wajib Wujud-Nya, yang sangat dekat (bahkan lebih dekat dari urat leher), selalu meliputi dan menyertai setiap mahluk-Nya, Maha Lembut lagi Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Turunnya wahyu pertama itu (QS 96:1-5 penguatnya QS 2:197, QS 2:185) jauh sebelum turunnya perintah Shalat 5 waktu, sehingga Rasulullah SAW dalam waktu yang cukup lama, hanyalah ber-Dzikr kepada Allah dengan Ilmu yang diterimanya dari Jibril As. Beberapa tahun kemudian turunlah perintah Shalat yang menjadi wadah dimana wajib hukumnya untuk ber-Dzikr di dalam setiap shalat (hingga dapat khusyuk). Ilmu Nubuwah ini kemudian yang disampaikan Nabi kepada para sahabatnya, yang memang butuh mengenali Tuhannya. Intinya tidak semua orang yang bertemu bahkan berteman dengan Nabi diberi Ilmu Nubuwah. Ilmu tersebut hanya diberikan kepada mereka yang dikehendaki Allah SWT mendapatkannya (Hidayah), didahului dengan kerinduannya untuk mengenali diri-Nya Dzat Yang Maha Pencipta, Maha Lembut, Meliputi segala sesuatu lagi Maha Kuasa, menyebut diri-Nya dengan nama Allah, sehingga mau memintanya kepada Rasulullah SAW. Orang yang masuk Islam di zaman Nabi Muhammad SAW, tidak semuanya, bahkan bisa dibilang sedikit yang masuk Islamnya karena berkehendak mengenali diri-Nya Tuhan (Allah SWT), yang sebelumnya mereka adalah penyembah berhala.
Bahkan tidak tertutup kemungkinan, mereka (di antara para sahabat) yang sudah menerima Ilmu Nubuwah dari Rasulullah SAW, kemudian "murtad" ( penyebabnya bisa macam-macam ). Sebagai catatan, menjelang Rasulullah SAW wafat, penduduk Madinah sudah ribuan jumlahnya. Namun perlu diketahui bahwa hanya sekitar separuh diantaranya memeluk Islam, mereka semua atas bimbingan Beliau, bisa hidup berdampingan dengan damai bersama masyarakat Nasrani, Yahudi dan kepercayaan lainnya..
Kemudian, bagaimana bisa Ilmu Tauhid yang merupakan intinya Agama, hilang begitu saja seperti ditelan bumi...? Hal ini akan dikaji lebih jauh pada tulisan bagian berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar